Kamis, 27 Januari 2011

Arema dan LPI - Yang Dikorbankan Jika Arema Ikut LPI

http://www.wearemania.net/aremania-voice/faq-arema-dan-lpi-yang-dikorbankan-jika-arema-ikut-lpi-bagian-5.aspx?Itemid=104

Di pembahasan 2 dan 3  sebelumnya Anda sudah menyimak tentang "kelemahan" ISL dari segi bisnis. Memang tidak detail dan hanya membahas beberapa segment saja. Di pembahasan 1 dan 4  kita sudah melihat garis besar anggaran dan belanja Arema beserta flashback "hubungan" Arema dan LPI. Meski bisa dibilang posisi Arema-Aremania saat ini bukanlah sebagai kontraLPI, tapi Arema dan Aremania respek terhadap keberadaan LPI. Hanya untuk saat ini Arema dan LPI belumlah "berjodoh".

LPI yang dimotori pengusaha Arifin Panigoro secara konseptual sangat bagus, karena mendorong kemandirian klub dalam hal pendanaan,selain juga berefek sebagai ajang pembinaan pemain . Lepas dari dana APBD menjadi isu sentralnya. Konsep LPI merujuk pada kompetisi sepakbola eropa, seperti English Premier League, La Liga Espana, Serie A Italia, dsb yang sudah dikelola secara profesional, dimana kemudian sepakbola sudah menjadi industri. Konsep ini bagus dibandingkan dengan konsep ISL yang tercantum dalam Manual K liga dan mendorong klub untuk profesional dengan point-point utama yang meliputi infrastruktur, legalitas, administrasi & personel, legalitas dan dana yang tidak seluruh klub ISL mampu memenuhinya. Pendeknya LPI menawarkan perubahan atas sistem kompetisi liga sepakbola Indonesia.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_26_Arema_dan_LPI_2.JPG

Memilih ISL atau LPI bukan Karena Dukung-Mendukung

Mengenai bagusnya konsep LPI itu memang membuat beberapa klub tertarik untuk mengikutinya. 15 Klub baru berdiri ditambah dengan 3 klub cabutan dari ISL serta 1 klub "sempalan" dari Divisi Utama. Tapi apakah konsep ini baik dan wajib untuk diikuti Arema? Belum tentu. Setidaknya untuk musim kompetisi ini.

Seorang nawak pernah berujar kepadaku, posisi Arema bagai makan buah simalakama. Ikut ISL maka harus rela jika pendanaan tim seret (pembahasan 1 dan 4) namun legalitas Arema sebagai klub profesional ditambah keikutsertaan di LCA  (Liga Champions Asia) terjamin, namun ikut LPI pendanaan tim akan mengalir, persekot 1,5Miliar akan diganti dengan modal usaha 15-20 Miliar pertahun (kabarnya sudah disiapkan dana untuk 2 musim pertama) namun jatah keikutsertaan Arema di LCA hilang ditambah lisensi klub profesional Arema terancam dibekukan, degradasi ke Divisi dibawahnya, dan seabreg hukuman lain.

Efek punishment yang diberikan oleh PSSI selaku regulator liga yang diakui FIFA pasti ada, namun adakah hal-hal lainnya? Ada dan banyak yang harus dikorbankan Arema jika mengikuti LPI untuk musim ini. Selama ini cukup banyak point-point positif yang dijabarkan oleh media massa agar Arema mengikuti LPI, namun hanya sedikit yang dikupas dalam bentuk review penyeimbangnya jika sebuah klub ISL/Divisi Utama hendak "berontak" dan menyeberang ke LPI. Akan saya bahas beberapa yang sekiranya belum dipublish oleh media massa lain baik dalam bentuk berita, opini maupun essay. Sebagai penyeimbang tentunya.

A. LCA (Liga Champion Asia) dan Untung Ruginya

Bicara keikutsertaan klub-klub Indonesia di LCA 10 tahun belakangan memang banyak cerita sedihnya. Nyaris klub-klub di Indonesia hampir pernah merasakan pembantaian ketika bertanding di kandang lawan. Persik Kediri pernah merasakan pahitnya digulung Seongnam Ilhwa Chunma di LCA 2004, musim lalu Persipura "dihabisi" Changcun Yatai dengan skor 9-0. Nasib paling baik dialami PSM Makassar yang sempat melaju ke babak 8 besar di Makassar meski hasilnya terjerumus ke juru kunci dan sempat kalah telak melawan Suwon Bluewings dengan skor 1-8 di LCA 2001. Suwon Bluewings akhirnya menjadi juara di musim itu setelah mengalahkan Jubilo Iwata dengan skor 1-0 dari torehan gol Sandro Cardozo di Suwon World Cup Stadium. 1 dari 11 pemain starting eleven Suwon Bluewings yang mengalahkan PSM di babak 8 besar akhirnya menjadi pelatih Tim Nasional Korea Selatan, Seo Jung Won.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_26_Arema_dan_LPI_5

Partai Kelas Dunia Eman Kalau Gak Ada Di Kota Malang

OK kita tinggalkan kisah pahit klub-klub di Indonesia ketika berlaga di Liga Champions Asia, rasanya tidak adil jika kita hanya mendalami sesuatu yang pahit tanpa mengetahui kisah manisnya, dan sebaliknya pula.

Berlaga di LCA klub tidak akan merugi, apa sebabnya? Tentu ini bukan sekedar lelucon bernada optimistis. Sebaliknya ada beberapa hal yang rasanya jarang dipublish oleh media-media lainnya. Bagi saya sendiri ikut LCA adalah reward bagi Arema, apa sebabnya?

a. Anggaran dan Belanja Tim
Di Liga Champions Asia, tim-tim yang bertanding otomatis akan mendapatkan dana sebesar USD 90.000 sebagai subsidi yang akan diberikan setelah melewati pertandingan penyisihan. Arema juga akan mendapatkan pemasukan berupa prize money sebesar USD 40.000 jika berhasil memenangkan pertandingan di penyisihan grup, seri sebesar USD 20.000 serta USD 0 jika tim mengalami kekalahan. Tidak cukup itu saja, Arema FC juga akan mendapatkan pemasukan dari tiket pertandingan, sponsorship (Aboard, sponsor jersey) maupun hak siar TV. Namun Abriadi, selaku pelaksana harian belum mengemukakan berapa yang akan diterima Arema dari hak siar televisi. Namun jika menilik hak siar TV untuk LCA yang dikuasai salah satu anak perusahaan dari MNC Group kabarnya uang yang diterima klub lebih tinggi daripada yang diberikan oleh salah satu stasiun TV untuk tayangan ISL.

Untuk menghitung perkiraan anggaran PT Arema Indonesia untuk mengikuti LCA 2011 kita dapat menghitungnya secara garis besar saja dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :

1. Harga tiket Arema min. 25.000 rupiah untuk tribun ekonomi, 75.000 rupiah untuk VIP dan 100.000 rupiah untuk VIP. Jumlah tiket yang dicetak berkisar 28.000-30.000 tiket untuk ekonomi, 2000-2500 tiket untuk VIP dan 230 lembar untuk tiket VVIP. Artinya jumlah pemasukan kotor maksimal yang didapat oleh Arema dapat berjumlah 937,7juta rupiah. Tentu jika berbicara realisasinya bisa jadi angka-angka tersebut berlainan dan berbau spekulatif, namun berbicara mengenai target kita bisa mengambil angka-angka kompromis berkisar 60-70% dari penjualan sektor tiket.
2. Arema masih mendapatkan lahan jualan untuk sponsor ABoard. Katakanlah sponsor ABoard yang bisa dijual berjumlah 20 space dengan harga tertinggi (harga untuk partai bigmatch dan siaran langsung minimal 5 juta rupiah untuk tiap ABoard).
3. Nilai kompensasi hak siar yang didapat AremaFC lebih dari yang didapat ketika melakoni partai ISL yaitu berjumlah 25-35juta rupiah setiap pertandingan.
4. Pendapatan dari sektor bisnis lainnya (hangtag, merchandise, dll)
5. Pajak sebesar 10% (Pemerintah Kabupaten Malang telah menurunkan pajak yang dibebankan kepada Panpel Arema sebesar 10% atau turun dari yang sebelumnya 20%)
6. Biaya pertandingan minimum sama dengan partai bigmatch yaitu sekitar 170juta rupiah per pertandingan.
7. Kurs 1USD = 9035 per 26 Januari 2011, ini digunakan untuk menghitung pemasukan yang didapat dari match fee dan bonus kemenangan/seri dari AFC.
8. Asumsi Arema FC akan memperoleh hasil 1 kali menang dan 1 kali seri seperti yang ditujukan ketika Arema FC melakoni laga di LCA 2007.
9. Biaya tour sekitar @15juta rupiah dikalikan 24 orang (18 pemain dan 6 official tim termasuk pelatih) atau sekitar 360juta rupiah untuk satu rombongan. Biaya ini meliputi tiket pesawat PP, akomodasi, catering/makanan, uang saku, dll.
10. Bonus pemain 1-1,5kali lipat dari bonus laga normal atau sekitar 70-105juta rupiah untuk setiap kali pembagian bonus.
11. Belum dihitung pengeluaran berupa adanya denda kartu kuning/kartu merah yang didapatkan oleh pemain Arema jika berlaga di LCA.
12. Biaya pertandingan meliputi biaya keamanan, promosi, portir, pembuatan dan distribusi tiket, dll.
13. Biaya pengeluaran belum mempertimbangkan biaya latihan/TC tim, kepengurusan administrasi/legalisasi ke AFC (pendaftaran, meeting antar manager/perwakilan klub, dll)
14. Biaya tour belum memperhitungkan keperluan keimigrasian bagi rombongan tour yang meliputi pemain dan official tour (paspor, visa, dll)

Dari asumsi-asumsi diatas dan dengan menghilangkan point 3, 4, 11, dan 13 sebagai faktor penjumlah dari anggaran Arema yang belum bisa diperkirakan secara pastinya, maka anggaran dan belanja Arema untuk mengikuti LCA 2011 dapat dihitung sebagai berikut :

Pemasukan
1. Matchfee USD 90.000 = 813,15 juta rupiah
2. Pendapatan tiket (60% tiket terjual) = 1687,86 juta rupiah (562,62 juta rupiah/pertandingan)
3. Aboard = 300juta rupiah
4. Prize money USD 60.000 = 542,1 juta rupiah
------------------------------------------------------------------ +
Total pemasukan = 3343,11juta rupiah atau 3,343Miliar rupiah

Pengeluaran
1. Pajak(10% * Rp 562,62juta * 3) = 168,786juta rupiah
2. Biaya pertandingan(Rp 170juta *3) = 510juta rupiah
3. Biaya tour(Rp 360juta * 3) = 1080 juta rupiah
4. Bonus pemain(1 menang, 1 seri) = 175juta rupiah
5. Akomodasi dan transpor lokal tim tamu dan perangkat pertandingan = 300juta rupiah
-------------------------------------------------------------------------------------------- +
Total pengeluaran = 2233,786 juta rupiah

Maka keuntungan (kerugian) yang didapat Arema ketika mengikuti LCA 2011 adalah 3,34311 Miliar rupiah dikurangi dengan 2,233786 Miliar rupiah menjadi 1,109 Miliar rupiah. Jumlah ini cukup untuk menggaji pemain dan pelatih Arema selama 1 (satu) bulan.

b. Keuntungan immaterril
Diatas kita sudah membahas mengenai keuntungan materiil Arema ketika mengikuti LCA/AFC Champions League. Sebaliknya dibalik keuntungan materiil terdapat juga keuntungan immateriil(non material) yang tidak hanya didapat oleh Arema FC sebagai pihak yang terlibat didalam penyelenggaraan pertandingan Arema FC tapi juga masyarakat umum. Diantaranya :

1. Promosi pariwisata bagi Kabupaten Malang, Kota Malang dan Kota Batu. Nantinya ada ratusan suporter yang akan datang ke Stadion Kanjuruhan untuk mendukung Shandong Luneng, Cerezo Osaka, dan Jeonbuk Motors.
2. Masa yang tepat bagi Aremania selaku suporter Arema untuk go international setelah kiprah terakhir di LCA terjadi pada tahun 2007 lalu. Aremania juga dapat menggunakan LCA sebagai perwujudan eksistensi suporter sekaligus promosi ke belahan dunia lainnya.
3. Sarana promosi bagi PT Arema Indonesia untuk mempromosikan produk berupa merchandise, hangtag resmi, dan sektor lainnya. Berhadapan dengan klub-klub profesional dari liga yang lebih maju juga menambah pengetahuan dan pengalaman tentang memanage klub secara profesional.
4. Bagi klub Arema FC juga dapat menjadikan ajang ini untuk menempa pengalaman bertanding di tingkat internasional khususnya pemain Timnas Arema yang jumlahnya hampir mencapai separuh dari keseluruhan skuad. Jika mampu meraih hasil berupa kemenangan/seri juga dapat menambah ranking klub Arema di tingkat dunia berdasarkan IFFHS atau lembaga-lembaga lainnya.
5. Selain pengelolaan klub, LCA juga sebagai masa yang tepat untuk belajar mengenai pengelolaan infrastruktur berupa stadion berikut lapangan tempat bertandingnya. Calon lawan Arema di LCA 2011 memiliki kualifikasi lebih di dalam penyediaan infrastrukturnya. Jeonbuk Hyundai Motors memiliki Jeounju World Cup Stadium, Cerezo Osaka dengan Nagai Stadium (keduanya dipakai sebagai host event Piala Dunia 2002) dan Shandong Luneng memiliki Shandong Provincial Stadium yang digunakan untuk event Piala Asia 2004. dll.

Selain itu penyelenggaraan LCA juga kerap mendatangkan devisa bagi pihak panitia penyelenggaranya. Ditaksir jika terdapat 100 orang suporter yang datang langsung dari negara lain dan masing-masing rata-rata membelanjakan tidak kurang dari USD 1000 maka akan terserap devisa sebesar USD 100000 atau sekitar 900jutaan rupiah dan tersebar ke berbagai sektor. Bagaimana jika yang datang langsung mencapai 5 hingga 10 kali lipatnya? Jangan lupakan juga bahwa disetiap pertandingan Arema meskipun pertandingan yang bersifat lokal juga mampu menggerakkan sektor ekonomi lokal dengan omzet menyamai atau beberapa kali lipat dari pendapatan home Arema selama satu pertandingan.

B. Klub Arema dengan Pemain Timnasnya

Polemik mengenai tidak diikutsertakannya Irfan Bachdim dalam daftar 25pemain yang lolos seleksi untuk menjalani pemusatan latihan SEA Games dan Kualifikasi untuk Olimpiade London 2012 memanas. Banyak pihak melayangkan prokontranya. Tak terkecuali berbagai media massa yang memblow up polemik yang seakan tidak berujung ini. Tidak hanya media olahraga namun juga media infotainment yang hampir setiap hari membahas gosip dan informasi selebriti lainnya. Terlepas bahwa pemilihan pemain Timnas adalah wewenang Alfred Riedl selaku pelatih.

Tak cukup hanya itu polemik yang melibatkan Irfan Bachdim dengan Timnas U-23 seakan menjadi bumbu penyedap dari konflik perseteruan PSSI dengan LPI. Persema sebagai klub tempat Irfan Bachdim bernaung telah keluar dari ISL 2010/2011 dan mendapat punishment berupa dicoretnya keanggotaan Persema dari PSSI sekaligus kehilangan hak suara dalam Munas 2011 ini.

Jika Persema saja yang memiliki 1 pemain Timnas dan 1 calon pemain Timnas U-23 lainnya(Kim Jeffrey Kurniawan) mendapat hibah berupa konflik seperti ini, pertanyaannya bagaimana dengan Arema yang memiliki beberapa pemain Timnas baik Timnas Senior maupun U-23? Apalagi jika dibandingkan saudara tuanya Persema, Arema lebih memiliki pamor dan tak ayal akan ada polemik yang lebih hebat yang bakal diderita Arema daripada yang didapat oleh Saudara tuanya Persema.

Berikut adalah pemain Timnas yang terdapat di klub Arema FC (data per Desember 2010):
- Kurnia Meiga Hermansyah (Timnas Senior & Timnas U-23)
- Zulkifli Syukur (Timnas Senior)
- Benny Wahyudi (Timnas Senior)
- Johan Ahmad Farizi (Timnas U-23)
- Ahmad Bustomi (Timnas Senior)
- Yongki Aribowo (Timnas Senior & Timnas U-23)
- Dendi Santoso (Timnas U-23)
- Noh Alam Shah (Timnas Singapura)
- M. Ridhuan (Timnas Singapura)

selain itu kurang dari setahun ini terdapat beberapa nama potensial yang sempat mendapatkan nominasi untuk mengikuti seleksi Timnas diantaranya :
- M. Fakhrudin (Timnas Senior)
- Aji Saka (Timnas U-23)
- Sunarto (Timnas U-23)
- Irfan Raditya (Timnas Senior & Timnas U-23)

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_26_Arema_dan_LPI_1.jpg

Zulkifli akan Kehilangan Kesempatan Memperkuat Merah Putih

Dengan banyaknya calon dan pemain Timnas di tubuh Arema, tidak salah jika seandainya Arema FC melirik LPI perlu mempertimbangkan status beberapa pemain Timnas yang terdapat di tubuh Arema. Urusan polemik "mungkin" bisa diredam tapi konflik horisontal yang melibatkan klub, pemain dan Badan Timnas PSSI tidak bisa dihindari. Salah-salah kerugian tidak hanya didapat Arema maupun PSSI itu sendiri tapi juga persepakbolaan Indonesia khususnya. Bagaimanapun potensi Ahmad Bustomi masih menjadi ruh permainan timnas senior Indonesia, Zulkifli yang punya tugas membackup M. Ridwan hingga Kurnia Miega yang tampaknya akan menjadi portiere nomor satu bagi Timnas U-23. Akankah bakat dan skill ini tidak bisa kita menikmati pada Timnas Indonesia jika Arema memilih bergabung bersama LPI?

C. Konflik Kepentingan PSSI dan LPI

Ada seorang nawak yang mengatakan andaikata LPI mengambil "lahan" yang berlainan dengan ISL maka akan menambah sisi positif dari penyelenggaraan LPI disamping sebagai salah satu sarana untuk pembinaan di Indonesia. Beberapa lahan yang bisa diambil LPI dapat berupa U-19, dan U-21. PSSI selaku regulator liga sendiri hanya dapat menyelenggarakan kompetisi U-21 bagi klub-klub yang mengikuti ISL. Jika klub terdegradasi maka berakhir sudah kiprah tim U-21 dan menunggu klub tersebut untuk promosi kembali. Selain itu di Divisi Utama maupun Divisi dibawahnya praktis tidak ada kompetisi diatas kelompok umur U-18.

Kompetisi U-19 dapat disiapkan untuk membentuk tim junior yang akan mengikuti kualifikasi Piala Dunia FIFA U-20. Sedangkan Kompetisi U-21 dapat dipergunakan PSSI untuk menambah bibit dan sumber pemain yang dapat digunakan untuk mengikuti kompetisi U-23 baik SEA Games, Asian Games hingga Kualifikasi Olimpiade. Terkecuali pemain-pemain U-21 yang selepas mengikuti kompetisi U-21 dapat langsung diaplikasikan untuk mengikuti kompetisi yang diperkuat pemain senior, PSSI dan Badan Tim Nasional tidak perlu repot-repot untuk menyiapkan Tim U-20 dalam waktu sekian lama melalui pelatnas maupun TC Jangka Panjang, namun tinggal mencomotnya dari kompetisi U-19 atau beberapa pemain U-21 yang telah memenuhi syarat kualifikasi.

PSSI sendiri lewat Ketua PT Liga Indonesia, Andi Darussalam sendiri telah menginformasikan tidak keberatan jika LPI ingin menyelenggarakan liga untuk level U-21 dan U-19. Namun waktu berkata lain LPI yang dimotori oleh pengusaha kawakan Arifin Panigoro dan memiliki pengalaman ketika menyeponsori kompetisi U-15 dibawah naungan PSSI memilih untuk menyelenggarakan kompetisi sepakbola sekelas Liga Super. Jadinya LPI bakal head to head "melawan" ISL untuk memperebutkan perhatian penikmat bola tanah air.

Baik LPI maupun ISL bergerak di bidang yang sama, dan sama-sama berkutat di kompetisi profesional. Bedanya LPI layaknya bayi yang baru lahir, masih butuh kerja keras untuk membentuknya sebagai "pribadi" yang penuh fairplay dan profesional. Sedangkan yang satunya lagi selayaknya ABG (anak baru gede) yang sedari kecil "nakal" dan sedari kecil sudah diarahkan untuk berbuat fairplay dan profesional. Hanya karena salah asuhan ABG yang satu ini hidupnya penuh ketimpangan sehingga azas fairplay dan profesional tidak pernah menjadi sosok dominan didalam perkembangan ISL.

Suka atau tidak suka LPI memang memberikan warna perubahan bagi ISL untuk berbuat yang lebih baik, namun untuk melakukan revolusi didalam PSSI jauh dari cukup, meski sanggup memberikan tekanan yang berarti kepada kubu Nurdin Halid, dkk. Untuk melakukan perubahan di tubuh PSSI semisal revisi Pedoman Dasar atau Pergantian Ketum PSSI bisa dilakukan lewat Munas(Musyawarah Nasional) yang diselenggarakan 4 tahun sekali. Lain dari itu ke108 pemegang hak suara di PSSI bisa menggunakan jalur Munaslub yang dapat menggunakannya kapan saja.

Konflik yang menyertakan LPI dan PSSI tidak cukup hanya sekedar cakar-cakaran antar kubu saja, yang paling dikorbankan adalah klub (pemain, pelatih, ofisial tim hingga panpel), perangkat pertandingan (wasit dan asistennya) hingga persepakbolaan Indonesia secara umum. Muara dari konflik yang berkepanjangan dapat mengakibatkan keterpurukan sepakbola Indonesia. PSSI "merasa" benar karena selain berafiliasi dengan KONI juga dilindungi keberadaannya dengan UU no 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, sedangkan LPI yang dilindungi BOPI dengan PP no 16 tahun 2007. Pertanyaannya berdasarkan tata urutan perundang-undangan di Indonesia mana yang lebih tinggi? Bagaimana efeknya terhadap pembinaan cabang olahraga yang sistematis, terencana, terpadu dan berkelanjutan seperti yang diamanatkan oleh UU Sistem Keolahragaan Nasional?

D. Ancaman Konflik Horisontal Di Tingkat Kepengurusan Klub dan Suporter

Berkaca pada kasus Persebaya, Persib dan Persitara yang terpecah belah. Pengambilan keputusan untuk pindah ke LPI patut dicermati oleh Management Arema FC dan Aremania. Bagaimana tidak Persebaya terpecah menjadi dua tim, Persebaya 1927 yang berlaga di LPI dan Persebaya yang berlaga di Divisi Utama. Management tim pun demikian, jika Saleh Mukadar(Manager Persebaya musim lalu ketika mengikuti ISL) mengikuti Persebaya 1927, Wastomi Suheri dan Wisnu Wardana berkutat di Persebaya yang berlaga di Divisi Utama. Persib lebih pelik lagi keinginan bobotoh dan sebagian management yang diwakili oleh H. Umuh Muchtar dan Farhan untuk segera pindah ke LPI masih berlarut hingga detik ini. Kabarnya ada sekelompokinvestor yang memegang kendali atas pendanaan Persib yang masih menginginkan tim ini berlaga di ISL. Sementara Persitara terpaksa "terbagi" dukungan suporter dan skuadnya, NJ Mania dimana Persitara berlaga di Divisi Utama kehilangan sejumlah pilarnya ketika bermain di ISL musim lalu dan sebagian suporternya mendukung Batavia Union FC di LPI dan berlaga di stadion Tugu.

Harap diperhatikan bahwa PT Arema Indonesia memang memiliki lembaran saham yang dimiliki sekelompok orang/individu tertentu. Secara tidak langsung baik lewat management dan Yayasan Arema merekalah yang memegang kendali atas keputusan yang diambil Arema FC. Namun secara de factor Aremania sebagai satu-satunya suporter Arema FC memiliki keterikatan emosional dan historis dengan Arema FC. Pendeknya Aremania terlahir karena adanya Arema FC. Segala keputusan yang berefek langsung dengan visi Arema FC "wajib" hukumnya diketahui oleh Aremania.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_26_Arema_dan_LPI_4.JPG



Masuknya LPI lewat Bank Saudara ke Arema memang memberikan janji angin perubahan di tubuh Arema. Tapi tidak serta merta segala yang "terlihat" baik harus langsung diterima, setidaknya perlu dicerna terlebih dahulu dan menimbang untung ruginya. Beberapa bulan lalu pihak Konsorsium LPI berencana memakai nama Arema Malang sebagai klub yang berlaga di LPI dan sebaliknya klub Arema Indonesia tetap dbiarkan berlaga di ISL 2010/2011. Tentu disisi lain ini bisa menjadi bumerang. "Dua" Arema yang berlaga di segment kompetisi yang sama meski berbeda wadah tentu salah satunya akan menjadi benalu. Arema FC yang telah hadir lebih dulu puluhan tahun silam tentu menginginkan perhatian penuh dari Aremania untuk mendukung keberlangsungan klub. Sebaliknya Arema "kloningan" yang baru lahir tentu akan berupaya sekuat tenaga untuk merebut pengaruh publik Malang raya, terutama suporter. Bayangkan jika Arema FC yang perjalanannya membutuhkan Aremania harus direduksi sumber pendapatannya dengan hadirnya klub baru yang mengambil jatah sama. Dari sisi Aremania tentu tidak akan membiarkan jika Arema FC, klub yang dibelanya bertahun-tahun mati perlahan-lahan karena adanya konflik ini.

Hampir semua penggemar sepakbola di Malang adalah Aremania adalah benar adanya. Karena itu kehilangan potensi pemasukan dana yang bersumber pada tiket pertandingan yang dibeli penonton meski besarnya hanya 10-20% tentu sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup Arema FC. Selain kerugian ekonomis dari tim yang "terbelah" terdapat potensi konflik yang melibatkan suporter seperti rebutan pengaruh untuk tujuan politis. Antar kubu akan saling jegal untuk memenangkan pertarungan, misalnya saja pihak yang dibawah angin akan melakukan berbagai cara untuk memenangkan persiangan. Misalnya dengan jual beli suara berbalut idealisme atau upaya lainnya. Jika tidak demikian maka hukum alam yang menentukan mana yang akan bertahan sampai akhir dan memenangkan pertarungan dengan kondisi penuh luka. Intinya tidak ada yang diuntungkan dengan adanya perpecahan, pihak yang menangpun dengan kondisi tertatih-tatih seperti itu masih mengeluarkan "wragad" berupa tenaga dan harta untuk memulihkan kondisinya dan menghadapi pertarungan yang lebih besar lagi.

Persatuan yang utuh dan persahabatan tanpa batas tetap menjadi jargon Aremania 2 dekade lalu seperti yang tercuplik pada "Friendship without frontier".

E. Ancaman Konflik Horisontal antara Arema dengan Persema

Menurut hemat saya kepindahan Persema ke LPI adalah tepat, meski tidak bisa dibenarkan 100% jika kita melihat sudut pandang lain.

Faktor-faktor pengambilan keputusan Persema bergabung ke LPI karena dua hal yaitu lepas dari APBD dan faktor ketidakk tegasan wasit dan PSSI untuk menegakkan fair play bisa diperdebatkan. Indikasinya dengan susunan managerial yang tidak jauh berbeda antara tim Persema ketika tampil di ISL dengan LPI apakah kita bisa menjudge bahwa alasan ini logis. Bagaimana dengan kemampuan managerial Persema yang telah bertahun-tahun tim ini menerima kucuran APBD. Baik Ketum Persema Peni Suparto maupun Manager Asmuri belum memiliki pengalaman untuk memanage klub profesional di strata tertinggi kompetisi PSSI TANPA bantuan dari APBD. Ibaratnya terdapat gap antara kemampuan managerial Persema didalam berkompetisi di tingkat ISL maupun LPI. Tahun-tahun pertama yang berat akan mendera Persema jika dengan susunan managerial yang hampir sama tidak atau kurang memiliki ide dan action untuk mengembangkan Persema menjadi klub yang murni profesional. Apalagi jika mempertimbangkan sisi historis Persema sebagai klub perserikatan dan wadah pembinaan pemain yang tidak lepas dari anggapan masyarakat yang skeptis Persema bisa berubah dari klub "plat merah" yang telah dijalani selama puluhan tahun.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_26_Arema_dan_LPI_3.JPG

Persema ketika Berlaga Melawan PSM di LPI

Kedua, adanya kekecewaan mendalam Persema atas ketidakmampuan perangkat pertandingan dan PSSI untuk menegakkan fair play juga bisa menjadi bahan pertanyaan tersendiri. Persema memang beberapa kali diberitakan mendapat perlakuan tidak adil ketika melakoni laga tandang di dalam mengikuti kompetisi PSSI. Terutama ketika menjalani laga final Divisi Utama PSSI tahun 2008 dan beberapa pertandingan musim. Namun tahukah Anda jika Persema seringkali mendapat keuntungan berupa hadiah tendangan bebas ataupun penalti yang sering berbuah gol dan memenangkan Persema. Salah satunya adalah penalti kontroversial ketika menang atas Persibo Bojonegoro di Stadion Gajayana Malang, 9 Oktober 2010. Sampai-sampai ketika konferensi pers Asistem Manager Persibo, Ahmad Sarjono mengaku diminta menyerahkan 10juta rupiah jika ingin memenangkan pertandingan. Ironisnya disini bersama Persema, Persibo sendiri adalah tim yang akhirnya pindah ke LPI dengan alasan yang sama.

Satu hal yang mungkin bisa dimaklumi adalah kepindahan Persema ke LPI adalah untuk mencari segment pasar tersendiri yang selama ini dikuasai Arema dengan Aremania-nya. Di daerah Malang Raya termasuk Persema, kerapkali Persema kehabisan dukungan penonton ketika menyaksikan tim ini berlaga. Apalagi jika pertandingan yang melibatkan tim Persema dan Arema digelar di Malang dalam rentang hari yang sama dan berdekatan waktunya. Ini tentu merugikan Persema dimana penikmat bola Malang raya lebih memilih berbondong-bondong ke Stadion Kanjuruhan untuk mendukung Arema ketimbang memilih Persema yang bertanding di Stadion Gajayana Malang. Praktis ketika Persema berlaga hanya terdapat beberapa ribu penonton yang menyaksikan jalannya pertandingan, bahkan suporter Persema kerap kalah dukungan jika suporter tim lawan hadir dalam jumlah besar. Terutama ketika Persema menghadapi Arema FC ketika mengikuti kompetisi Divisi Utama tahun 2000 dan 2001, serta ISL 2010. Nyaris ketika bertanding di Stadion Gajayana dimana tim Persema selaku tuan rumah harus menghadapi kenyataan jika lebih dari 95% tribun diisi oleh Aremania!

Untuk masalah diatas tersebut sangat tepat jika Persema pindah ke LPI. Bayang-bayang harus melakoni pertandingan tandang "lebih banyak" daripada tim lain bisa tereduksi. Faktor banyaknya suporter ini juga sangat mendukung perkembangan klub. Suporter yang militan dan fanatik memang kerap menghadirkan sisi positif bagi keberlangsungan hidup klub. Suporter-suporter tersebut umumnya sangat loyal dan seringkali royal jika berurusan dengan klub. Seperti yang dialami oleh Arema FC dimusim kemarin yang mendapatkan rataan penonton terbanyak baik ketika melakoni laga di ISL maupun PI(Piala Indonesia).

Sebaliknya bagi Persema jika harus memaksakan diri tampil satu liga/kompetisi yang sama dengan Arema harus siap-siap gigit jari menerima kekalahan didalam memperebutkan pengaruh publik. Meski diperkuat oleh Irfan Bachdim yang lagi naik daun dan digemari ABG karena pamornya, bukti di pertandingan pertama masih belum menunjukkan keberhasilan Persema didalam meraup penonton. Tiket yang terjual tidak sampai separuh kapasitas stadion dan dengan pendapatan jauh dari yang didapat oleh Panpel Arema ketika berhasil menjual hampir 20.000 tiket ketika Arema berhadapan dengan Persiba Balikpapan di Stadion Kanjuruhan sehari sebelumnya.

Menimbang alasan-alasan diatas apakah logis jika Persema akan menerima dengan senang hati keberadaan Arema untuk bermain bersama di LPI? Hampir bisa dibilang mustahil Persema bisa mengimbangi pamor Arema meski didukung oleh strategi jitu dari para marketingnya. Seperti yang terdapat pada poin sebelumnya aksi "perebutan lahan basah" ini bisa berpotensi menimbulkan konflik. Meski satu hal yang patut disadari potensi "konflik" seperti ini kerap mendatangkan keuntungan bagi keduanya terutama ketika dua tim Arema dan Persema bertanding satu sama lain baik di Stadion Kanjuruhan maupun Gajayana Malang. Rekor pendapatan terbesar panpel Arema didapat ketika Arema bertanding melawan Persema, dan sebaliknya.


Arema dan LPI - Flash Back Arema

Flashback Arema dan gonjang-ganjing keikutsertaan di LPI

Ngomong-ngomong tentang LPI (Liga Primer Indonesia), beberapa minggu ini pemberitaan di beberapa media massa sangat santer memberitakan tentang liga yang baru terbentuk ini. Wajar saja, setelah euforia Timnas di Piala AFF mulai mereda, media massa membutuhkan bahan berita yang "segar" meski mengangkat tema berupa sepakbola. Jadilah LPI, Kebobrokan di tubuh PSSI (Nurdin Halid) dijadikan headline. Terlepas adanya selentingan tentang politik pemberitaan dan media yang tergadaikan netralitasnya tiba-tiba saja jadi teringat Kongres 2003 ketika Nurdin Halid terpilih menjadi Ketum PSSI pertama kali dan Kongres 2007 setelah AFC Cup untuk masa jabatan yang kedua. So, Kemana saja kalian selama ini?

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_LPI_arema.jpg


Rasanya terlalu naif kalau saya terus-menerus membahas Nurdin Halid, dkk selama menjabat sebagai Ketum PSSI. Bukan karena saya mendukung dia tetapi kalau dijabarkan rasanya obrolan sehari saja tidak akan begitu cukup. Disamping saya sendiri yang tidak memiliki bakat untuk menyusun setumpuk laporan dosa yang telah dilakukan Nurdin Halid, dkk hehehe....

Mengenai konflik LPI vs PSSI saya sendiri tidak ingin berpolemik sendiri. Cukup tahu saja bahwa itu bagian dari politisasi sepakbola negeri ini. Disamping esensi sepakbola itu adalah sebuah permainan dengan berbagai kesenangan dan kegembiraan. Seperti yang diutarakan teman saya Sam Arief disuatu forum beken di dunia maya, Football for Fun! Tapi kalau berbicara mengenai perubahan di tubuh PSSI, jangan tanya itu memang HARUS dilakukan.

Omong-omong tentang LPI saya mau sedikit flashback tentang polemik yang melibatkan Arema FC dengan LPI. LPI kabarnya sudah dipersiapkan 2 tahun lalu, dan sayangnya baru diperkenalkan ke publik sebagai wacana pada bulan September 2010 lalu ketika ISL musim 2010/2011 hendak bergulir. Awalnya LPI hendak digulirkan pada 28 Oktober 2010 sebagai simbol perjuangan kaum "partikelir" sepakbola Indonesia menuntut perubahan di tubuh PSSI, baik struktural di organisasi maupun sistem secara keseluruhan. Namun, dikarenakan suatu hal gong LPI akhirnya diundur ke November 2010 hingga akhirnya fix di tanggal 8 Januari 2011.

LPI yang akhirnya sekarang ini diperkuat dengan 19 tim (15 klub baru, 3 klub ISL dan 1 klub "sempalan" dari Divisi Utama) dan siapa sangka jika akhirnya LPI menunggu 1 klub baru untuk menggenapi jumlah peserta menjadi 20 tim. Dan ternyata 1 peserta yang ditunggu itu adalah Arema FC disamping ada alternatif tim lain yang masuk sebagai "daftar tunggu".

Polemik keterkaitan Arema FC dan LPI mulanya tidak diketahui publik. Maklum selepas Arema bertanding di Final Piala Indonesia 2010 ketika itu adanya liga tandingan baru sebatas wacana dan fokus pemberitaan mengenai Arema masih berkutat pada problem internal tim. Ditengah fokus publik pada problem internal tersebut tak dinyana sempat ada guyuran angin segar di kubu Arema. Berita kerjasama sponsorship antara Bank Saudara (anak perusahaan dari Medco Group yang dimiliki Arifin panigoro) dan Arema sebesar 5Miliar rupiah menjadi penyegar dahaga Aremania dan memperpanjang nafas Arema untuk bersiap mengarungi kompetisi. Bahkan Bank Saudara sudah memberikan DP sebesar 30% atau 1,5Miliar rupiah besarnya keseluruhan kontrak.

http://wearemania.net/images/berita/2010_10/123_medco

Ibarat ada udang dibalik batu, ternyata kerjasama sponsorship yang melibatkan kedua pihak diatas yang dibantu oleh Menegpora Andi Malarangeng dengan Arema yang diwakili oleh petinggi Arema berinisial MN bukanlah kerjasama sponsorship yang berazaskan simbiosis mutualisme, melainkan HUTANG PIUTANG dengan embel-embel tertentu. Jadinya uang 1,5Miliar rupiah yang diterima oleh Arema dihitung sebagai DP dari hutang Arema kepada Bank Saudara lengkap dengan "atribut" tambahan sebagai "pengikat" Arema untuk berlaga di kompetisi LPI (pada waktu itu wacana kompetisi LPI sudah digulirkan). Kehadiran Andi Malarangeng dalam perjanjian itu disinyalir untuk membujuk Arema agar meninggalkan kompetisi ISL dan masuk kompetisi LPI. Di lain itu akurnya Andi Malarangeng dan Arifin Panigoro yang berbeda bendera partai disebut-sebut sebagai bagian dari skenario bersatunya dua partai besar di negeri ini dimana salah satunya bersikap sebagai oposisi dan menjadikan 2014 sebagai tujuan akhirnya. Lengkap dengan skenario untuk menggusur dominasi salah satu bendera partai yang telah lama menikmati "kue" bertajuk sepakbola.


Issue mengenai adanya yang tidak beres diantara kerjasama sponsorship semakin merebak dengan beberapa indikasi mulai tidak dicantumkannya Logo sponsor sebagai sponsor resmi Arema baik ketika memulai kompetisi akhir September 2010, pencantuman logo di website, hingga "menghilangnya" pihak-pihak yang terlibat dengan kerjasama sponsorship tersebut di pihak Arema. Bayangkan saja angka 5M untuk kontrak kerjasama sponsorship di Arema merupakan salah satu yang terbesar sejak kepergian Bentoel di Arema. Nilai sebesar itu cukup untuk mendapat kompensasi pencantuman logo di dada pemain seperti yang didapat oleh Extra Joss, sponsor Arema di tahun 2005-2006 dari PT Bintang Toedjoe dengan nilai 3,5Miliar rupiah pertahun. Inilah yang menjadi penguat dari indikasi ketidakberesan kerjasma sponsorship, apalagi di kemudian hari Arema mendapatkan sponsorship dari pihak lain meski nilainya lebih kecil dan hak kompensasi selayaknya sponsor utama.

Disamping itu kontroversi yang melibatkan Konsorsium LPI yang diwakili Arya Abhiseka dengan Arema FC dan Aremania semakin pelik. Komentar Arya Abhiseka di media massa yang mengisyaratkan Arema FC sudah dibeli konsorsium LPI dan akan mengikuti/pindah ke LPI membuat Aremania berang. Arema FC dan Aremania merasa mendapatkan perlakuan hina dari Konsorsium LPI yang mengambil alih Arema dengan hanya imbalan 1,5M dalam bentuk hutang! Bayangkan saja Konsorsium LPI bisa menjadi kreditor bagi Arema dan sekaligus mentakeover Arema. Bahkan secara etika dan profesionalisme patut dipertanyakan daripada ketika Bentoel mengakuisisi Arema dari Sam Ikul dengan harga 1,8-6M di tahun 2003 dengan mendapat restu dari Aremania.

 


Saya masih teringat ketika launching pemilik dan management Arema ketika ditakeover Bentoel di bulan Januari 2003. Bersama ratusan Aremania, Sam Ikul dan manajemen baru yang disaksikan puluhan jurnalis launching itu sempat diiringi tetesan air mata Sam Ikul dan beberapa Aremania ketika Yuli Sumpil dan ratusan Aremania lainnya serempak menyanyikan "Arema..Arema..Kita disini Arema". Ini bukanlah tangisan kecewa dari Aremania dan perpisahan dari Sam Ikul. Melainkan airmata haru serta ungkapan terima kasih mendalam dari Aremania kepada Sam Ikul atas jerih payah selama 16 tahun memegang Arema dan Bentoel sebagai pemilik baru. Inilah yang tidak dimiliki oleh Konsorsium LPI ketika berupaya menggaet Arema. Arogansi oknum konsorsium harus dibayar mahal oleh caci maki segenap Aremania yang menyayangkan langkah konsorsium LPI untuk mentakeover Arema tidak hanya dipenuhi intrik tapi juga jauh dibawah sikap profesionalisme dan respek kepada Arema FC dan Aremania. Flash back selesai.

Arema dan LPI - Sponsoship

http://www.wearemania.net/aremania-voice/faq-arema-dan-lpi-sponsoship-bagian-3.aspx?Itemid=104

3. Sponsorship

Di artikel tersebut kita sudah mengetahui "kelemahan" pengurus PSSI dalam mendapatkan dan mengatur pembagian Hak Siar TV. Pembagian hak siar yang tidak merata dan terlampau kecil jumlahnya kerapkali membuat klub-klub merasa kecewa. Terutama klub yang memiliki basis pendukung yang besar dan bergantung dari pemasukan lain selain tiket penonton, sponsor dan pendapatan lainnya.

Khusus masalah sponsor, Liga Indonesia yang telah berjalan sekitar 2 dasawarsa, terhitung sejak penggabungan klub Galatama dan Perserikatan di tahun 1994. Sampai dengan saat ini produk yang menjadi sponsor utama Liga Indonesia baru terdiri dari dua segment yaitu rokok dan perbankan. Sponsor pertama Liga Indonesia yaitu Dunhill yang mensponsori selama dua musim kompetisi dari tahun 1994-1996, sedangkan saat ini Djarum salah satu produsen rokok ternama di Indonesia turut serta menyeponsori Liga Indonesia yang kini telah berubah namanya menjadi Indonesia Super League.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_15_Arema_LPI_3.jpg

Pelita Jaya di Musim Pertama Liga Indonesia

Praktis sampai dengan saat ini terdapat 4 buah produk yang menjadi sponsor utama di Divisi Utama Liga Indonesia atau Indonesia Super League. Djarum menjadi sponsor terlama yang bekerja sama dengan PSSI yang sampai saat ini telah berlangsung sepanjang 6 musim kompetisi sejak tahun 2005. Bank Mandiri juga menyertai para sponsor sebelumnya dan "menguntit" di posisi kedua dengan 5 musim kompetisi dari Liga Indonesia VI(1999-2000) hingga Liga Indonesia X (2004).

Sejalan dengan era modernisasi dan perkembangan sepakbola Indonesia menuju sepakbola industri, jumlah uang yang dikucurkan para sponsor kepada para pengelola liga, PSSI selalu meningkat. Dunhill yang pertama kali menjadi sponsor kompetisi Liga Indonesia mengucurkan dana 5 Miliar rupiah selama 2 musim kompetisi dan diikuti oleh Kansas dalam jumlah yang sama. Meski mengalami kevakuman tanpa sponsor selama 2 musim kompetisi akibat krisis moneter dan kondisi politik yang kurang stabil, PSSI berhasil mendapatkan kucuran sponsor dari Bank Mandiri yang mengucurkan dana awal sebesar 7,5Miliar di tahun 1999. Akhir periode Bank Mandiri menyeponsori Liga Indonesia, PSSI mendapatkan uang 25 Miliar rupiah di tahun 2004 dan dilanjutkan dengan kerjasama dengan Djarum di tahun berikutnya dengan nilai sponsorship mencapai 28 Miliar rupiah. Saat ini nilai sponsorship antara Djarum dengan PSSI berjumlah 41,25Miliar rupiah.

Bicara mengenai sponsorship kompetisinya PSSI, sudah lazimnya terdapat beberapa klausul khusus yang telah disepakati antara PSSI dan pihak "pendonor". Umumnya klausul-klausul khusus tersebut berupa "hak monopoli" dimana tidak diperbolehkannya klub menggunakan produk sponsor yang sejenis dengan sponsor kompetisi, selain itu sponsor kompetisi memiliki keistimewaan dimana produknya "dipajang" di seluruh peserta kompetisi dengan ukuran tertentu(Pada Liga Indonesia 2005 28 klub yang mengikuti kompetisi Divisi Utama diwajibkan menempatkan produk sponsor kompetisi di bagian depan/dada kostum pemain dengan ukuran 14x11cm), mewajibkan klub untuk menyisihkan sekian A-Board di tempat strategis pinggir lapangan untuk digunakan memajang produk sponsor kompetisi, dll.

Arema Indonesia sendiri di tahun ini terpaksa "melego" belasan A-Board untuk digunakan sponsor kompetisi. Andai ada 14 ABoard tersebut yang harus disisakan untuk sponsor kompetisi, disinyalir "potensi kerugian" yang didapat Arema mencapai 49juta rupiah tiap pertandingan atau 833juta rupiah untuk seluruh rangkaian laga home kompetisi. Ini adalah hitungan minimal, dan tidak memasukkan dana yang didapat oleh panpel Arema ketika menjual A-Boardnya di laga bigmatch atau disiarkan langsung oleh televisi.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_15_Arema_LPI_1.JPG

Adboard dari Djarum terlalu memakan sisi lapangan, sehingga sedikit sekali sponsor klub yang bisa dimaksimalkan

Sedangkan hak monopoli yang didapat oleh sponsor kompetisi kerap menuai kontroversi. Di tahun 2004, Bank Mandiri yang menjadi sponsor kompetisi berbenturan dengan Klub Persija yang memakai sponsor Bank DKI, dan Persela yang memakai Bank Jatim. Imbasnya, Bank Mandiri mengakhiri kontrak kerjasama sponsorship dengan PSSI dan digantikan Djarum pada musim berikutnya.

Ketika Djarum memulai kompetisi di tahun 2005 ternyata masalah hak monopoli ini kembali mengemuka. Arema yang disponsori Bentoel, Persik dengan Gudang Garam dan Persebaya dengan Sampoerna berbenturan dengan Djarum sebagai sponsor kompetisi. Tak pelak PSSI sampai mewajibkan klub untuk mencantumkan produk sponsor kompetisi dan melawang produk sejenis "tampil" di kostum pemain, ABoard maupun terpampang jelas di stadion. Akhirnya setelah kontroversi semakin merebak nan alot dicapailah kesepakatan bahwa klub boleh mencantumkan sponsornya yang sejenis dengan sponsor kompetisi namun dengan syarat wajib mencantumkan logo sponsor kompetisi di kostum pemain bagian depan. Hal ini berlangsung sampai dengan musim kompetisi tahun 2006.

Berbeda dengan "saudaranya" sesama klub di Jawa Timur, Arema memilih tidak mencantumkan logo Bentoel di kostum pemain meski tetap menyertakan logo Djarum diatas logo sponsor utama Arema. Sponsor utama Arema seperti Extra Joss dari PT Bintang Toedjoe yang kabarnya menyeponsori Arema sebesar 3,5Miliar setahun, dan XL sebuah produk seluler dari PT Excelcommindo Pratama(sekarang PT XL Axiata) turut menyeponsori Arema dengan nilai sponsorship sebesar 500juta rupiah dan kompensasi peletakan logo sponsor di lengan pemain. Kebijakan ini berlaku sampai dengan tahun 2006, karena di tahun 2007 Arema praktis mengandalkan dana CSR dari Group Rajawali(induk perusahaan Bentoel) untuk mendanai Arema. Nilai CSR(Corporate Social Responsibility) yang ditawarkan ketika itu bernilai 13-15Miliar yang berlanjut di musim berikutnya.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_15_Arema_LPI_2.jpg

Hanya Logo Bentoel-Arema yang tercantum

Karena sponsor kompetisi masih dipegang oleh Djarum ketika itu, maka mau tidak mau agar kostum pemain Arema tidak nampak "kosongan" perlu di cantumkan nama/logo sponsor dari pemilik Arema itu sendiri dengan tidak menyalahi aturan kompetisi tentunya. Maka dicantumkanlah nama bentoel-arema.com di kostum pemain merujuk pada nama official site dari PS Arema itu sendiri. Pencantuman nama seperti ini mengundang rasan-rasan bernada guyonan dari penggemar sepakbola di Malang. Sebagian masyarakat meyakini bahwa pencantuman nama demikian merupakan "kecerdasan" dari manajemen Arema Malang untuk mengakali peraturan kompetisi sekaligus tetap memastikan Arema masih memiliki nilai jual di mata sponsor. Bayangkan 5 dari 7 musim Bentoel mendanai Arema dengan anggaran 7,5-15 Miliar setiap tahun dan tidak menggunakan haknya untuk mencantumkan produknya sebagai logo sponsor Arema. Barangkali inilah sponsor termahal di Liga Indonesia sampai dengan sekarang ini, kalau tidak bisa disebut sebagai keistimewaan yang jarang terjadi di sepakbola Indonesia.

Tentang anggaran sponsor kompetisi yang meningkat setiap musim, PSSI memang membagikan sponsorship itu sebagai share dan jumlahnya beragam tiap musimnya. Sebagai contoh, PSSI membagikan uang masing-masing 350juta rupiah untuk 20 klub peserta Liga Indonesia 2003 dari nilai kontrak sponsorship sebesar 25Miliar rupiah. Di tahun 2005 PSSI membagikan dana berupa subsidi kepada 16 klub di Pulau Jawa sebesar 300juta rupiah, luar pulau Jawa(Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi) sebesar 350juta rupiah dan Papua(Persipura) 750juta rupiah. Turun dari musim kompetisi tahun 2004 yangmasing-masing sebesar 380juta, 500juta dan 1Miliar rupiah.

Musim berikutnya(tahun 2006) subsidi dari PSSI sebesar 600juta rupiah yang terbagi kedalam 28 klub. Dan di tahun 2007-2008 turun secara merata menjadi 300juta rupiah untuk 36klub. Sedangkan di era ISL, seperti ISL 2009/2010 PSSI tidak memberikan subsidi berupa uang namun mobil operasional bermerk Suzuki APV. Baru di ISL berikutnya subsidi klub diganti berupa uang sebesar 300jtua rupiah yang digunakan untuk 18klub(sekarang berkurang menjadi 15 klub pasca mundurnya Persibo, Persema dan PSM).

Jika diambil besarnya nilai sponsorship yang mengalami kenaikan dari tiap musim kompetisi maka bisa diambil kesimpulan bahwa sepakbola Indonesia berkembang menuju sepakbola industri. Namun jika dilihat lebih detail terlihat adanya ketimpangan dalam hal pembagian share sponsorship antara PSSI yang diwakili oleh BLI(Badan Liga Indonesia) dan klub-klub pesertanya.

Di tahun 2003 PSSI mengeluarkan 7Miliar rupiah untuk digunakan sebagai subsidi untuk 20 klubnya. Jika besarnya nilai sponsorship ketika itu adalah 25Miliar maka share sponsorship kompetisi antara Klub dan PSSI adalah 28% - 72%. Dimana angka 28% diambil dari 7Miliar yang didapat 20 klub dibagi dengan nilai sponsorship keseluruhan setelah dikurangi nilai sponsorship yang diterima oleh 20klub tersebut (7Miliar).

Dengan cara yang sama kita dapat mengkalkulasikan share nilai sponsorship di tahun 2006(28 klub) sebesar 48% - 52% dengan total nilai sponsorship sebesar 35Miliar rupiah. Tahun 2007(36 klub) sebesar 30,8% - 69,2% dengan total nilai sponsorship yang sama dengan tahun sebelumnya. Namun di ISL 2010-2011 share sponsorship yang diterima oleh 15klub(setelah sebelumnya berjumlah 18 klub) berkurang dimana masing-masing klub mendapatkan 300juta rupiah. Artinya share kompetisi yang diterima oleh klub berjumlah 10,9%(4,5Miliar rupiah) berbanding 89,1% dari nilai keseluruhan sponsorship yang diterima oleh PSSI dan berjumlah 41,25Miliar rupiah.

Terlepas mundurnya 3 klub ISL(Persema, Persibo dan PSM) dimana PSSI akan mendapatkan penalti dari Djarum selaku sponsor kompetisi tentang kerugian2 yang diderita sponsor sesuai klausul kontraknya, mestinya PSSI tidak bersifat pelit dalam mengucurkan dana. Jika di tahun 2006 PSSI sanggup memberikan share sponsorship kompetisi sebesar 48% untuk klub dengan jumlah peserta sebanyak 28klub, kenapa sekarang turun drastis menjadi 10,9%(dari potensi sebelumnya sebesar 13,09% dari nilai kontrak sponsorship sebelum mundurnya 3 klub). Saya kira uang yang didapat PSSI dari Djarum terlampau besar untuk "dinikmati" sendiri.

Di Arema saja logo Djarum selaku sponsor kompetisi terdapat di lengan pemain dan Aboard di pinggir lapangan. Total di setiap pertandingan terdapat 14buah A-Board Djarum yang diwajibkan dipasang di pinggir lapangan sesuai dengan Manual ISL musim ini. 14 buah A-Board tersebut letaknya menyebar tiga disisi utara, delapan di sisi timur dan tiga di sisi selatan. Ditambah 4 buah ABoard sponsor pendukung liga dan 2 lainnya untuk keperluan lain, maka Panpel Arema hanya menyisakan 20 buah A-Board untuk dijual sebagai sponsornya.

Pertanyaannya di harga berapakah PSSI seharusnya menghargai subsidi yang mestinya diberikan ke klub sebagai ganti pencantuman logo sponsor kompetisi?

Saya sengaja ambil sample Arema, karena klub ini merupakan satu dari sekian klub yang terbuka memberikan informasi tentang anggaran dan pendapatan klub. Di pertandingan non bigmatch dan siaran langsung Panpel Arema menjual sebuah A-board dengan harga 3,5juta rupiah perpertandingan dan 5juta rupiah di laga bigmatch dan siaran langsung. Andai harga tertinggi rata-rata penjualan Aboard di ISL musim ini merujuk pada angka 3,5juta rupiah per Aboard dan perpertandingan maka dapat kita hitung pendapatan yang diterima oleh klub sebagai berikut:


1. Pencantuman logo sponsor kompetisi di lengan = 500juta rupiah
(Cat : Arema mendapatkan harga ini ketika menerima sponsorship dari salah satu perusahaan seluler di tahun 2005)
2. Pencantuman di 14 buah ABoard untuk satu musim kompetisi = 3,5juta * 14 * 17 pertandingan home = 833juta rupiah
Maka total yang mesti didapatkan oleh klub adalah 1,333Miliar rupiah.

Dengan catatan penghitungan pada pencantuman logo sponsor kompetisi pada baliho, spanduk, tiket masuk pertandingan, website klubdan event/tempat pencantuman lainnya tidak dihitung.

Andai jumlah klub merujuk pada kesepakatan awal(18 klub) maka sharing dana yang diberikan oleh PSSI kepada klub sebesar 23,994Miliar rupiah. Dengan dana tersebut maka share sponsorship kompetisi menjadi 58,1% untuk klub berbanding 41,9% untuk BLI/PSSI yang dapat digunakan sebagai fee. Angka tersebut sebenarnya masih sangat ideal dibanding share sponsorship LPI sebesar 80% untuk peserta dan 20% untuk fee dan pembiayaan kompetisi.

Sudah sewajarnya bukan jika dari tahun ke tahun share sponsorship ini mesti meningkat? Terutama untuk klub hingga mendekati atau syukur-syukur sama dengan titik ideal yang disepakati oleh klub dan PSSI. Apa daya PSSI tidak jua mengulurkan tangan untuk membahas share sponsorship ini dengan klub peserta liga hingga dicapai kata puas dari kedua pihak. Barangkali kejadian mundurnya 3 klub dari ISL musim ini tidak perlu terjadi jika PSSI aware dengan peserta liganya. Dan barangkali pula jika yang dikeluhkan oleh PSSI mengenai ketiadaan upaya diatas berupa kebutuhan dana PSSI yang besar dan pemasukan yang terbatas maka jawabannya simple saja. Lakukan Efisiensi atau perbanyak pos-pos pendapatan PSSI yang legal dan tidak merugikan kepentingan lain. Mampukah PSSI? (Oke Sukoraharjo)


Arema dan LPI - Hak Siar Televisi

http://wearemania.net/aremania-voice/faq-arema-dan-lpi-hak-siar-televisi-bagian-2.aspx?Itemid=104

Melanjutkan postingan yang ini masih banyak beberapa pertanyaan-pertanyaan tentang Arema FC dan LPI, saya share beberapa diantaranya :

2. Hak Siar ISL
Tahukah Anda berapa hak siar ISL(Indonesia Super League) musim ini? Hanya 10M permusim untuk menyiarkan langsung 150 dari 360pertandingan ISL 2010/2011. Bandingkan dengan hak siar EPL yang dikuasai oleh salah satu grup media yang menelan dana hingga 10 juta dolar selama semusimnya meski dengan jumlah laga yang disiarkan langsung lebih banyak ketimbang ISL.

Jika kita mau jeli angka 10 Miliar setahun untuk sebuah tayangan yang memiliki rating tinggi seperti ISL bisa terbilang "murah". Berdasarkan informasi dari sumber internal ANTV, siaran langsung ISL merupakan program unggulan. Bahkan, partai-partai yang melibatkan klub-klub tertentu seperti Persib, Arema dan Persija memiliki rating tinggi ketika pertandingannya disiarkan langsung. Bahkan menurut ANTV rating siaran langsung ISL ini mengalahkan sinetron dan menjadikan program siaran langsung ISL sebagai tayangan keluarga.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_03_lpi_4.JPG

Hak siar ISL terlalu murah !!

Kalau merujuk pada hasil tv rating Djarum ISL musim kompetisi lalu, rata rata siaran langsung pada angka rating 3, tertinggi 7 dan terendah 1,1. Sedang share rata rata adalah 17,9 dengan share tertinggi 37,7 dan terendah 7,4. TV rating adalah jumlah penonton suatu program acara dibanding dengan jumlah penonton secara keseluruhan (dalam %), sedang share adalah jumlah penonton suatu program acara dibanding penonton program acara lain pada saat bersamaan (dalam %). Pencapaian standar pengukuran penonton televisi untuk siaran liga nasional ini merupakan masih yang tertinggi untuk program acara olahraga/sepak bola di semua stasiun televisi nasional (Fatih Chabanto, Suara Merdeka).

Begitu juga dengan tayangan final AFF Cup 2010 yang mempertemukan Indonesia dengan Malaysia memiliki rating TV dan share yang lebih baik dibandingkan dengan rating dan share untuk Final Piala Dunia 2002 dan Euro 2008. Ini mengindikasikan bahwa sepakbola lokal begitu digemari, seperti harapan Agum Gumelar yang pernah menjadi Ketua Umum PSSI sebelum "promosi" menjadi Ketua Umum KONI Pusat dan digantikan oelh Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI saat ini. Jadi apakah tayangan siaran langsung ISL ini layak dihargai sedemikian "murah"?

Jika Anda ingin mengetahui efek dari harga murah ini, jawabannya tidak hanya tertuju pada PSSI sebagai penyelenggara kompetisi ISL , tetapi juga klub-klub ISL yang disiarkan langsung ketika menyelenggarakan laga home mereka. Klub-klub ISL inilah yang merasakan efek paling berat dari harga murah tersebut. Efek ini terutama tertuju pada rendahnya kompensasi hak siar yang didapatkan klub ketika menjalani laga home yang disiarkan langsung televisi.

Musim lalu kompensasi hak siar TV untuk laga home yang ditayangkan sore hari adalah 25juta rupiah per partai dan untuk tayangan langsung di malam hari sebesar 35juta rupiah per partai. pada ISL musim lalu tim seperti Persib Bandung mendapat kompensasi tertinggi dibanding klub ISL lainnya sebesar 480juta rupiah, Persija dengan 365juta rupiah dan Arema dengan sedikitnya 12 laga home yang disiarkan langsung mendapat kompensasi sebesar 315juta rupiah.

Kompensasi diatas termasuk kecil dan tak heran klub sebesar Persib Bandung merasa dirugikan. Tim berjuluk Maung Bandung yang memiliki market share seantero Jawa Barat ditambah sebagian Banten dan wilayah Indonesia lainnya sehingga tiap kali siaran langsung ditonton puluhan juta orang harusnya mendapat kompensasi beberapa kali lipat dari angka yang ditetapkan PSSI. Klub lain seperti Persebaya juga merasa ketidakadilan terhadap kompensasi yang diberikan PSSI. Alasannya ketika berlangsungnya siaran langsung pertandingan Persebaya di stadion Tambaksari, jumah penonton yang hadir menurun drastis ketimbang ketika laga tersebut tidak disiarkan langsung oleh televisi. Menurut informasi dari Saleh Mukadar, manager Persebaya harusnya kompensasi yang diberikan oleh klub berada diatas 50juta rupiah.

Sementara itu PSSI sebagai penyelenggara liga bergeming. Bisa jadi PSSI berusaha meredam gejolak ditingkat klub-klub ISL untuk menuntut tambahan kompensasi. Di satu sisi inilah ketidakmampuan PSSI untuk berdiplomasi untuk mendapatkan keuntungan lebih tinggi didalam MoU dengan pihak ANTV selaku "calon" pemegang hak siar ISL ketika itu. Padahal PSSI beserta produknya, ISL memiliki hak tawar lebih tinggi untuk menawarkan produknya tersebut.

Cerita mengenai kemelut hak siar televisi sudah jamak terjadi dekade ini. La Liga Spanyol dan Serie A dan B di Italia pernah mengalaminya. Bahkan pernah terjadi ketimpangan pembagian hak siar yang melibatkan Mediaset(perusahaan media yang dimiliki oleh taipan dan perdana menteri Italia, Silvio Berlusconi) bersama AC Milan, Inter Milan, AS Roma dan Juventus "melawan" 16 klub Serie A lainnya. Sudah barang tentu PSSI dan BLI selaku regulator liga tidak dapat diam menyikapinya. Bara didalam sekam yang menyelimuti klub-klub ISL dapat membara jika permasalahan ini diacuhkan begitu saja.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_03_lpi_5.JPG

Seharusnya Klub mendapatkan lebih (foto : abi)

Bagimana solusinya?

Jika mengambil perhitungan kompensasi siaran langsung rata-rata sebesar 30juta rupiah di tiap pertandingan, maka jumlah yang didapat oleh klub dari 150pertandingan ini setara dengan 4,5Miliar rupiah. Tentu saja ini masih dibagi dengan 18 klub. Saya ambil patokan kompensasi yang diberikan hanya 30juta rupiah karena planning BLI sendiri mencoba untuk menaikkan kompensasi dari 25-35juta rupiah di musim lalu. Anggap saja ini patokan minimal. Arti lainnya share hak siar TV antara PSSI dan 18 Klub ISL(dan sekarang tinggal 15 klub) berjumlah 55% berbanding 45%.

Jika ukurannya adalah kepuasan, maka sulit untuk memastikannya karena kepuasan bersifat relatif dan bergantung dari tingkat harapan seseorang. Namun sebagai wujud penghargaan kepada klub PSSI mestinya menaikkan share/pembagian hak siar klub. Jika musim kompetisi sebelumnya potongan kue berkisar 55% untuk PSSI dan 45% untuk klub maka PSSI dapat merubahnya menjadi 70% untuk klub dan 30% untuk PSSI atau maksimal 80% untuk klub dan 20% untuk PSSI, tergantung dari beberapa hal misalnya perkembangan liga itu sendiri dari tahun ketahun, market share, nilai kontrak kerjasama, dsb.

Perubahan pembagian hak siar yang mencapai 15% menyebabkan PSSI kehilangan potensi pendapatan sekitar 1,5Miliar rupiah tiap musim kompetisi. Bagi PSSI ini berarti dua hal, nilai tersebut termasuk kecil atau terlampau besar. Jika nilai tersebut termasuk kecil maka PSSI tidak memiliki masalah jika kue hak siar itu dibagikan kepada klub, namun jika sebaliknya maka berarti PSSI memerlukan dana lebih untuk memenuhi Anggaran PSSI ditiap tahunnya. Anggaran ini tidak hanya untuk mengoperasikan liga saja tetapi juga untuk kepentingan lain mulai dari operasional kantor, Tim nasional, dll.

Solusinya, PSSI dapat melakukan perubahan MoU kerjasama sponsorship yang telah berlaku sejak tahun 2008 lalu. 100Miliar rupiah untuk 10 musim kompetisi merupakan harga yang terlampau murah menurut saya. Apalagi jika ditiap musim PSSI hanya mendapatkan jatah hak siar dari pemegang hak siar sebesar 10Miliar rupiah. Pertanyaan yang paling mendasar, apakah ISL ini tidak memiliki peluang untuk berkembang?

Semoga saja pada butir2 MoU yang melibatkan PSSI dan ANTV mengisyaratkan peluang tentang adanya perubahan kontrak kerjasama tersebut. Jika memang demikian maka PSSI memiliki peluang untuk menambah pundi-pundi pendapatan dari hak siar TV dari angka 10Miliar semusim seperti sekarang ini. Semoga. (we/oke)

Arema dan LPI - Tiket Pertandingan

http://www.wearemania.net/aremania-voice/faq-arema-dan-lpi-bagian-1.aspx?Itemid=104

Iseng-iseng, beberapa teman di berbagai milis dan forum sering
menanyakan kepada saya tentang Arema yang tidak "jadi" mengikuti
kompetisi LPI(Liga Primer Indonesia) dan issue-issue yang berkaitan
dengan keduanya, tentunya jawaban dari saya ketika itu berasal dari
sudut pandang saya selaku suporter dan dengan mempertimbangkan masukan
data dan informasi dari teman-teman yang sekiranya layak dan patut untuk
dipublish.

1. Penonton penuh, namun Arema tetap krisis dana
Pernyataan
ini sering mencuat ketika Arema mengalami krisis dana dan akibatnya
pembayaran gaji pemain sering terlambat. Kondisi ini nyaring terdengar
mulai dari musim kemarin hingga sekarang ini. Bahkan awal tahun ini
Arema menunggak gaji selama 3 bulan. Beberapa pertanyaan bernada kritis
sering mengemuka mengenai hal ini, dan mari kita coba analisa
bersama-sama.

Menakar potensi pendapatan Arema dari laga home dengan mempertimbangkan fakta dan asumsi-asumsi sebagai berikut:

A.
Tidak semua pertandingan home Arema di ISL 2009/2010 habis terjual
tiketnya, bahkan pertandingan melawan PSPS Pekanbaru, Pelita Jaya
Karawang, Persik Kediri dan PSM Makassar masih banyak menyisakan bangku
kosong baik di tribun ekonomi maupun VIP.

B. Tidak seluruh
pertandingan kandang Arema di ISL 2009/2010 Panpel Arema menjual tiket
ekonomi seharga 25ribu rupiah, VIP seharga 75-100ribu rupiah dan VVIP
seharga 100-150ribu rupiah. Awal-awal musim kompetisi seperti melawan
Persija Jakarta dan PSPS Pekanbaru, Panpel Arema menjual tiket tribun
ekonomi dengan harga 15ribu rupiah dan Panpel Arema sempat menaikkan
harga tiket tribun ekonomi tersebut ke harga 20ribu rupiah dalam
beberapa pertandingan sebelum dinaikkan menjadi 25ribu rupiah ketika
laga derby melawan Persema Malang.

C. Panpel Arema kehilangan
potensi pendapatan ketika menerima hukuman laga kandang tanpa penonton
melawan Persib Bandung. Laga ini termasuk kategori bigmatch dimana
potensi penonton yang bisa menonton pertandingan ini dapat mencapai
30.000orang, terlebih pertandingan dilaksanakan di hari Minggu dimana
pada hari tersebut merupakan "masa panen" Panpel Arema didalam mendulang
tiket. Sekedar informasi saja, pada ISL 2008/2009 ketika melawan Persib
Bandung di stadion Kanjuruhan, jumlah penonton yang hadir berdasarkan
estimasi kasar mencapai lebih dari 27.500penonton meski di laga itu
Arema harus menelan pil pahit dengan skor 0-2. jadi, potensi kehilangan
dari laga melawan Persib Bandung ini minimal mencapai 600juta rupiah
dihitung dari potensi kotor hilangnya 30000 tiket ekonomi(Asumsi
terendah jika seluruh penonton membeli tiket ekonomi seharga 20ribu
rupiah). Meski ada upaya Aremania dengan menggelar layar lebar di luar
stadion yang ditiketkan namun hanya ratusan Aremania yang mengikutinya
dan Panpel Arema merilis hasil bersih dari kegiatan ini berjumlah
6,254juta rupiah.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_03_LPI_1.jpg

Meski Stadion Full, Tetapi Arema Tetap Krisis. Apalagi sepi !!!

D.
Tidak seluruh pertandingan Panpel Arema menjual tiket sebanyak
35.000tiket dari berbagai jenis. Dengan mempertimbangkan kapasitas
stadion dan memenuhi tuntutan Manual Superliga yang menyebutkan tiket
yang dijual panpel maksimal 80% dari kapasitas stadion maka banyak
pertandingan home Arema yang jumlah tiket yang dijual diturunkan hingga
ke kisaran 32-33ribu lembar. Bahkan jumlah tiket yang dijual ketika laga
bigmatch melawan Persebaya Surabaya turun menjadi 31000 lembar(28ribu
lembar diantaranya tiket ekonomi).

E. Banyaknya kebocoran tiket,
terutama di pintu-pintu masuk stadion. Kebocoran ini bermacam-macam
caranya dari "nrombol" atau memanfaatkan kelengahan petugas di pintu
masuk dimana penonton menerobos antrian secara ilegal untuk masuk ke
dalam stadion, jebolnya pintu stadion karena tidak kuat menampung massa,
tiket palsu, hingga memanfaatkan kecurangan petugas dan portir di pintu
masuk stadion.

F. Forum bigsoccer dan data di BLI pernah merilis
bahwa rata-rata penonton yang hadir di Stadion Kanjuruhan mencapai
28ribu penonton. Namun data ini terdapat kelemahan bahwa di sebagian
paruh kompetisi BLI menyebutkan jumlah penonton yang hadir di stadion
berdasarkan perkiraan kasar dan telah dibulatkan. Baru di sebagian sisa
kompetisi BLI merubahnya dengan memasukkan data jumlah penonton
berdasarkan jumlah tiket yang terjual. Jadi, rata-rata jumlah penonton
yang keluar dari situs BLI bukanlah jumlah yang valid. Andaikata
terdapat margin error sebesar 10persen, maka perkiraan rata-rata jumlah
penonton tiap pertandingan yang valid mencapai 25200-30800 penonton.
Andai angka 10% ini berasal dari tiket ekonomi dan rata-rata tiket
ekonomi yang terjual berharga 15-25ribu rupiah maka selisih tersebut
dapat bernilai 42-70juta rupiah.

G. Harga tiket yang dijual Arema
di Piala Indonesia berbeda dengan di ISL. Harga tiket pertandingan
pertama penyisihan babak 32 besar melawan Persijap Jepara dibanderol
10ribu rupiah untuk ekonomi, 25ribu dan 50ribu rupiah untuk VIP dan
VVIP. Sedangkan di babak 16 besar harga tiket merangkak naik menjadi
20ribu, 75ribu dan 100ribu masing-masing untuk tiket ekonomi, VIP dan
VVIP.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_03_lpi_2.jpg

Piala Indonesia di Babak 16 Besar Menghasilkan 58492 Penonton

I.
Jumlah penonton di laga home Arema pada Piala Indonesia (total : 6
pertandingan) menurut data rilisan di BLI berjumlah 28878, 32552, 23250,
15332, 32398, 10762 penonton sehingga rata-rata laga home Arema
disaksikan oleh 23.862 penonton dan menjadikannya sebagai Panpel
tersukses yang menyedot penonton di babak penyisihan dan 16 besar.

J.
Khusus di laga 16 besar, Panpel Arema sukses menyedot 58492 penonton
dari 3 pertandingan (data dari BLI) sehingga pendapatan kotor minimum
yang diraih dari Panpel Arema mencapai hampir 390juta rupiah tiap
pertandingan dengan asumsi keseluruhan tiket yang terjual berasal dari
tribun ekonomi. Namun sebagaimana yang kita ketahui jika pada
pertandingan Arema tiket yang terjual tidak seluruhnya berasal dari
tribun ekonomi, sehingga bisa dipastikan hasil penjualan tiket secara
kotor diatas angka 400juta rupiah tiap pertandingan.

K. Panpel
Arema mendapat "jatah" menjual 20 buah A-board dari 40 buah A-board yang
diperbolehkan dijual di pinggir lapangan sesuai manual ISL 2009/2010.
Menurut informasi dari sebuah sumber internal Arema, harga 1 buah
A-Board di pertandingan non bigmatch atau siaran langsung seharga
3,5juta rupiah. Sedangkan harga 1 buah A-board pada pertandingan big
match dan siaran langsung sebesar 5 juta rupiah perbulan. Dengan
mengurangi 1 laga home Arema di ISL melawan Persib Bandung yang digelar
tanpa penonton sehingga ada 16 laga home di ISL ditambah 7 laga home di
Piala Indonesia dengan Panpel Arema sebagai penyelenggara
pertandingannya, maka dengan mempertimbangkan nilai minimal yang bisa
diraup Panpel Arema jika ditiap pertandingan seluruh jatah 20A-board
terjual minimum Panpel Arema mendapatkan 70juta di tiap pertandingan
atau 1,61Miliar rupiah selama semusim.

http://wearemania.net/images/berita/2011_01/2011_01_03_lpi_3.jpg

Adboard Arema banyak yang terjual

l.
Musim kemarin Panpel Arema mendapatkan jatah min 12 laga home di ISL
saja. Jika harga siaran langsung ISL musim kemarin rata-rata 30juta
rupiah tiap pertandingan(bukan 25juta rupiah utk pertandingan sore hari
dan 35juta utk pertandingan yang ditayangkan langsung di malam hari)
maka Panpel Arema mendapatkan kompensasi siaran langsung TV sebesar
360juta rupiah khusus tayangan ISL saja, belum termasuk kompensasi yang
didapat Arema dari pertandingan Piala Indonesia yang ditayangkan salah
satu TV swasta nasional lainnya.

Dari paparan diatas
adalah asumsi-asumsi pendapatan Arema yang didapat dari pertandingan
yang dijalankan Arema. Masih ada beberapa sektor pemasukan lain sebagai
berikut :

a. Dana sponsorship dari Bentoel sebesar
7,5Miliar rupiah yang diberikan hanya sekali saja sebagai modal Arema
sampai dengan jangka waktu yang tidak ditentukan.

b. Sponsorship
dari PT Mitra Pinasthika Mustika lewat produk Honda . Sponsorship ini
bukanlah sponsorship penuh untuk jangka waktu satu musim, namun disisa
pertandingan ISL. Tepatnya dipakai ketika Arema menjalani laga tandang
di Wamena pada matchday ke 28 atau sisa 7 pertandingan dari rangkaian
kompetisi ISL 2009/2010. Nilai sponsorship ini berada pada kisaran
ratusan juta rupiah.

c. Berdasarkan informasi dari Siti Nurzanah
direktur bisnis Arema ketika itu, sampai dengan penyelenggaraan Piala
Indonesia 2010 (medio Juni 2010) penjualan hangtag dan hologram resmi
Arema telah menembus angka lebih dari 500juta rupiah.

d.
Sponsorship Apparel. Musim lalu Arema disebutkan mendapatkan sponsorship
apparel yang nilainya kurang lebih 2Miliar rupiah. Namun, tahukah Anda
bahwa sponsorship ini berupa apparel yang berisi kostum pemain(home +
away), kaus kaki, topi, tas. Tidak disebutkan bahwa sponsorship apparel
ini berisikan produk lain seperti sepatu, maupun kostum latihan. Dan
tidak disebutkan pula berapa set kostum yang didapat untuk masing-masing
pemain beserta cadangannya.

e. Pendapatan dari unit bisnis lainnya (Official Arema Store, bagi hasil dari Penjualan RBT dengan pihak ketiga, dsb).

f.
Pendapatan tiket dari laga ujicoba di Stadion Kanjuruhan. Misalnya dari
yang pernahd ipublish media officer Arema, hasil laga ujicoba Arema
melawan Persid Jember, Deltras, Sidoarjo Selection berjumlah
167,565juta, 62,11juta dan 42,165juta rupiah atau keseluruhan berjumlah
271,84juta rupiah. Belum ditambah dari laga ujicoba melawan klub
lainnya.

g. Sumbangan yang tidak bisa disebutkan jumlahnya.


Sedangkan pos-pos pengeluaran Arema terdiri dari berbagai macam, mari kita telaah dan takar pos-pos pengeluaran Arema tersebut :

1. Penyelenggaraan pertandingan
Pos
ini adalah salah satu pos yang menyedot anggaran Arema. Pos ini terdiri
dari banyak item, karena menyelenggarakan pertandingan home baik untuk
kompetisi ISL maupun PI tidaklah sama. Begitu juga dengan biaya
pertandingan untuk laga berintensitas tinggi seperti laga bigmatch
maupun laga non bigmatch. Point2 penting dari pos-pos ini berisi :


Biaya menyelenggarakan pertandingan yang berdasarkan informasi internal
Arema berkisar 150-170juta rupiah di tiap pertandingan. Jika laga
berstatus bigmatch dan membutuhkan pengawalan aparat keamanan dengan
jumlah berlebih dari pertandingan biasanya maka biaya yang dikeluarkan
akan membengkak, tergantung banyaknya jumlah satuan pengamanan yang
dilibatkan.

* Pajak pertandingan. Pajak tontonan/pertandingan ini
mengikuti aturan yang berlaku dan dikeluarkan dari Perda Kabupaten
Malang. Pajak tontonan ini berkisar 15% dari jumlah tiket yang terjual.
Contohnya jika laga Arema melawan Persipura tanggal 9 Desember 2009
menghasilkan 755,13juta rupiah dari penjualan tiket maka pajak yang
harus dibayar kepada Pemerintah Daerah berkisar 113,26juta rupiah. Hal
ini baru satu pertandingan, belum dihitung untuk keseluruhan laga home
Arema lainnya.

* Bonus pemain. Bonus pemain jamak dikeluarkan
Arema Malang ketika tim Arema berhasil memenangkan laga di pertandingan
home. Dari 17 pertandingan home Arema di ISL musim lalu, 14 pertandingan
dilalui dengan hasil positif(menang), 2 kali imbang dan sekali kalah.
Jika informasi dari sumber internal di Arema yang dimuat pada beberapa
media massa bahwa bonus kemenangan Arema bernilai 70juta rupiah setiap
pertandingan home yang dimenangkan Arema maka total selama semusim Arema
mengeluarkan dana sekitar 980juta rupiah untuk bonus pemain di laga
home ISL. Padahal media officer Arema pernah merilis laga home Arema
melawan Persema yang dimenangkan Arema dengan skor 3-1 pada media
Januari tahun lalu itu memberikan penghargaan kepada pemain dengan
menaikkan jumlah bonus sehingga total untuk laga home di ISL saja Arema
mengobral bonus sekitar 1Miliar rupiah. Belum termasuk bonus yang
diterima dari kemenangan Arema di Piala Indonesia, Bonus Juara ISL
2009/2010 dan runner up Piala Indonesia, dan hasil 9 kali menang dan 2
kali seri di laga tandang ISL musim kemarin.

- Komisi kepada agen tiket atau locket box yang jumlahnya bergantung dari banyaknya tiket yang terjual.
-
Matchfee. Matchfee ini dikeluarkan Arema ketika menyelenggarakan laga
ujicoba. Ibaratnya matchfee ini sebagai uang lelah dan penghormatan
kepada tim yang bersedia memenuhi undangan Arema untuk berujicoba.
Namun, matchfee ini juga diberikan kepada pemain Arema dan besarnya
sesuai dengan kontrak yang telah ditandatangani.

2. Kontrak pemain dan pelatih Arema
Berdasarkan
info dari salah satu harian olahraga nasional di ibukota musim lalu
kontrak pemain Arema senior mencapai 10Miliar rupiah. Namun angka ini
belum termasuk kontrak staff pelatih(pelatih kepala dan
asisten-asistennya). Dan hal ini belum dihitung untuk kontrak pemain dan
pelatih U-21. Estimasi kasar kontrak keseluruhan pemain dan pelatih
berada di kisaran 12-14Miliar rupiah, termasuk untuk membiayai kontrak
pelatih akademi Arema.

3. Biaya Tour
Biaya
tim ketika away menjadi salah satu pos yang menyedot anggaran Arema.
Nilai akomodasi ketika tour tergantung dari beberapa hal misalnya :

- Jarak tempuh dan alat transportasi yang digunakan menuju lokasi
-
Penginapan(harga yang ditentukan dari fasilitas atau level bintang
hotel yang dihuni, lama menginap, ada tidaknya promosi dari hotel yang
dihuni, masa peak season atau tidak, dsb).
- Biaya transportasi dan
sewa lapangan. Sewa lapangan tambahan dibutuhkan jika tim Arema
membutuhkan intensitas latihan berlebih dari jatah yang diberikan oleh
panitia pertandingan.
- Makan. Terkadang jika pelatih menginginkan
suasana lain dan ingin membuat rileks pemainnya dibutuhkan tempat makan
apalagi jika menu makan yang disediakan di hotel tidak cocok dengan
standar kebutuhan gizi pemain. Jika rumah makan ini membutuhkan jarak
yang ditempuh dengan mobil/bus maka Arema harus bersiap mengeluarkan
kocek untuk menyewa mobil/bus.
- Biaya lain-lain. Misalnya ketika
tour ke Papua, tim Arema mempersiapkan diri dengan melakukan
penyuntikkan anti malaria untuk mencegah penyakit malaria ketika sampai
di Papua. Tentunya, tim harus mengeluarkan biaya selama pra, proses dan
pasca kegiatan tersebut.

Maka dari itu tidak heran jika biaya tour
ke Papua mencapai angka ratusan juta rupiah. Dan jangan lupa, yang
melakukan away tidak hanya tim senior tetapi juga tim U-21 maupun U-18.

4. Latihan
Karena
Tim Arema tidak memiliki kompleks latihan pribadi maka jika
menginginkan latihan seringkali harus menyewa lapangan/stadion. Jangan
lupa juga untuk menuju tempat latihan dibutuhkan transportasi
menggunakan bus dan tentunya manajemen Arema harus mengeluarkan kocek
tersendiri untuk hal ini. Kabarnya biaya sewa lapangan berupa stadion
Gajayana atau Kanjuruhan tidak murah. Silakan hitung saja berapa kali
Arema melakukan latihan di Stadion Kanjuruhan atau Gajayana dalam
semusimnya. Ini juga masih belum dihitung baiya yang dikeluarkan Arema
ketika melakoni TC(Training Center) yang umumnya tidak mengambil tempat
di Stadion Gajayana maupun Kanjuruhan.

5. Kantor & Mess Pemain
Semenjak
Arema tidak dapat lagi menggunakan Mess pemain di Sengkaling dan kantor
di Jl Panderman kepunyaan dari Bentoel secara cuma-cuma maka manajemen
Arema memutuskan untuk pindah kantor dan mess pemain. Mess pemain selama
beberapa bulan menempati salah satu bangunan milik Bentoel dan kantor
Arema bertempat di Jl Sultan Agung dengan MoU selama dua tahun. Dari
sini nanti bisa diperkirakan berapa biaya yang dikeluarkan Arema untuk
keperluan kantor dan mess pemain seperti ATK, listrik, telepon,
kebersihan, dsb.

6. Denda
Berapakah denda
yang harus dibayarkan oleh Arema kepada PSSI atas putusan sidang Komdis?
Jumlahnya mencapai ratusan juta rupiah. Denda yang harus dibayarkan
tidak hanya berupa denda yang dihasilkan dari beberapa kasus krusial
misalnya Kasus Rasis ketika Arema berhadapan dengan Persipura,
melubernya penonton ke sentelban ketika menghadapi Persema Malang dan
denda akumulasi kartu kuning/merah yang harus dibayar oleh klub. Dan
bisa jadi didalam memenuhi panggilan Komdis PSSI, Arema "terpaksa"
mengeluarkan kocek untuk mengirim wakilnya ke Jakarta.

7. Pengeluaran lain-lain yang meliputi biaya yang dibutuhkan Arema selama pramusim,
biaya hiburan para pemain dan pelatihnya(di masa kepelatihan Robert
Albert sempat mengajak "jalan-jalan" ke Batu untuk memancing, ATV
disela-sela latihan), biaya administrasi, dsb.

Dari point-point
diatas, beberapa sumber internal Arema pernah menginformasikan bahwa
hasil jualan tiket Arema berkisar 13 Miliar rupiah (kotor) dan bersihnya
sekitar 7M. Jika ditambah sponsorship dan pendapatan lainnya yang
berjumlah sampai dikisaran 8-10Miliar rupiah namun masih dipotong
sederet beban anggaran manajemen Arema diatas, masihkah kita
berkesimpulan bahwa Arema seharusnya lepas dari krisis dana? Be Wise
nawak! (we/oke sukoraharjo)

Sistem pembagian pendapatan dari Hak Siar TV

Pernah ada klub ISL yang keberatan jika pertandingan kandangnya disiarkan langsung oleh ANTV sebagai salah satu TV  yang ditunjuk PT. Liga Indonesia yang berhak menyiarkan pertandingan ISL. Alasannya diantaranya karena jadi sepi penonton, sehingga pemasukan dari tiket berkurang.

Lho, mengapa harus menolak? Disamping lebih dikenal daerahnya oleh seluruh rakyat Indonesia jika pertandingannya disiarkan langsung, bukankah klub tersebut juga dapat pemasukan dari Hak Siar TV?

Kalau di luar negeri penerimaan pendapatan dari hak siar TV memang sangat menggiurkan. Sekedar contoh saja Barcelona dan Real Madrid dalam satu musim kompetisi bisa menerima pendapatan dari hak siar mencapai 1,7 triliun rupiah.

Kalau di Indonesia klub-klub ISL berapa ya menerima pendapatan dari hak siar TV? Mohon maaf rekan-rekan netter, untuk saat ini saya belum dapat informasi walaupun sudah mencari berita dari berbagai sumber lewat browsing ataupun koran atau majalah tertentu. Tetapi kalau rekan-rekan ada yang tahu, silahkan diinformasikan kemari. Saya sangat senang mendengarnya he..he.. :cendol

Sistem dalam pembagian pendapatan dari Hak Siar TV ada dua, yaitu :

1. Berdasarkan hasil negosiasi

Dengan sistem tersebut, maka besar atau kecil pendapatan sangat tergantung dari hasil negosiasi antara pemilik TV dengan klub. Kekurangan dari sistem ini bisa membuat kecemburuan, karena ada klub tertentu pendapatannya relative besar sedangkan relative kecil. Namun kelebihannya akan memacu bagi klub yang berpendapatan relative kecil untuk berusaha keras. Misalnya dengan membuat pertandingan menjadi lebih atraktif dan berkualitas sehingga penonton lebih banyak berduyun-duyun datang ke stadion. Dan tentu saja harus didukung infrastruktur yang memadai, jalan menuju stadion atau suasana dan tempat duduk stadion menjadi lebih nyaman.

2. Berdasarkan pembagian yang merata

Sistem ini akan membuat persaingan antara klub yang satu dengan yang lain lebih nyaman, tidak ada kecemburuan social. Namun kekurangannya adalah bagi klub besar yang saat pertandingan siaran langsungnya membuat rating TV penyiar jadi TOP sepertinya tidak adil.

Dua sistem tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Mana yang lebih cocok tentunya akan disesuaikan dengan kondisi Negara dimana liga itu berada. Tetapi kalau di Indonesia, menurut hemat saya karena industri sepakbolanya belum begitu jalan masih mayoritas tergantung dari dana APBD. Jadi sebaiknya menganut system kedua-duanya saja.

Artinya bagi klub yang sudah mandiri akan memperoleh pendapatan dari hak siar yang lebih besar. Sedangkan bagi klub-klub yang masih sangat mengharapkan kucuran APBD dalam memutar jalannya kompetisi maka akan memperoleh pendapatan yang merata. Adil kan?

http://golspektakuler.com/2010/05/17/sistem-pembagian-pendapatan-dari-hak-siar-tv/

LPI Profesional? jadwal koq masih tak menentu!

Sikap kurang profesional mulai ditunjukkan konsorsium LPI. Meski kompetisi sudah bergulir, hingga Minggu (16/1) jadwal belum dirilis untuk satu musim. Alasannya pun aneh, penyelenggara LPI masih menunggu bergabungnya "klub besar" ISL yang berniat hijrah.

Kabarnya klub ini sebelumnya diberi tenggat waktu hingga Selasa (11/1). Namun, hingga kini konsorsium LPI masih memberi kelonggaran. Padahal semua peserta sudah tak sabar. Penentuan jadwal selain berpengaruh pada komponen biaya juga strategi dan pola latihan masing-masing klub.

Keputusan ini menunjukkan konsorsium LPI tidak lebih baik dari PT Liga Indonesia (PT LI), pengelola Djarum ISL. Sejumlah alasan pun diapungkan guna pembenaran.

Imbasnya kontestan LPI terpaksa menerima jadwal yang masih setengah-setengah. "Selama menunggu jadwal resmi dirilis, kompetisi tetap berjalan menggunakan jadwal yang selama ini sudah diberikan ke peserta," ujaar Abi Hasantoso, juru bicara LPI.

Meski sudah mengantongi jadwal itu, praktiknya perubahan jadwal dialami beberapa klub. Bandung FC setelah bertemu Persebaya 1927 (10/1) dijadwalkan menjamu Bogor Raya (17/1), kemudian Tangerang Wolves (23/1). Namun, jadwal ini diubah sepihak menjadi melawan Persibo (22/1), dan Persema (5/2).

Gara-gara perubahan jadwal itu, Bandung FC terpaksa mengungsi ke Stadion Mashud Wisnusaputra, Kuningan saat menjamu Persibo. Itu karena laga digelar hanya berbeda sehari dengan Persib vs Arema (ISL) di Stadion Siliwangi, home base kedua tim asal Bandung itu.

Sementara itu, bagi klub yang tidak mengalami perubahan jadwal, mereka harus berhadapan dengan jadwal yang tidak ideal. Jarak pertandingan satu ke pertandingan berikutnya cukup lama.

"Idealnya, saat tur tandang bisa sekalian bertanding minimal dua kali sehingga biaya transportasi bisa ditekan," keluh pelatih Persibo, Sartono Anwar.

Kondisi ini juga dialami Real Mataram. Usai menjamu Bali de Vata (16/1) mereka kembali bertanding melawan Cendrawasih FC, 30 Januari mendatang.

Sayang, klub LPI terkesan tak kritis terhadap konsorsium LPI meski sikap tak profesionalisme sudah terlihat.